Sebut saja Fadil, anak kecil yang tumbuh dengan sehat, lucu dan paras yang tampan. Siapa pun yang melihatnya pasti ingin mencium dan menggendongnya. Bocah ini rupanya banyak yang menyayangi, seperti kasih sayang dari nenek, kakek, tante dan pamannya. Masa kecilnya bahagia karena dikelilingi oleh orang-orang baik. Apa yang menjadi keinginannya selalu didapatkan. Namun ternyata bahagia itu semu. Ketika beranjak menjadi anak yang agak besar, dia menyadari jika orang tuanya tidak baik-baik saja. Terlebih ayahnya yang sudah tidak begitu memperhatikan tumbuh kembangnya. Dan tidak lama dari itu kedua orang tuanya memutuskan untuk pisah. Betapa malang hati anak kecil ini. Sedih, kecewa, takut bahkan seperti tidak ada harapan masa depan untuk dirinya.
Pasca perpisahan orang tuanya dan beberapa pertimbangan, si kecil Fadil terpaksa tinggal bersama tante yang saat itu sangat perhatian pada Fadil kecil. Namun faktanya, tinggal bersama saudara tidak senyaman ketika tinggal bersama orang tua sendiri. Fadil, si kecil anak malang itu harus melakukan pekerjaan rumah dan hal-hal lainnya yang diminta oleh tante yang merawatnya, sebagai imbal balas budi karena sudah menampungnya. Ini terjadi hingga beberapa tahun. Tidak mudah, tapi harus dijalani. Begitulah yang dirasakannya. Sampai akhirnya Fadil memilih untuk berpindah tempat tinggal ke saudara yang lain, hingga akhirnya tinggal di pesantren menjadi pilihan terakhirnya.
Berpindah tempat tinggal dan tidak hidup bersama orang tua bagi Fadil itu sudah sakit, tapi ada hal lain yang membuatnya lebih terluka dan menyisakan rasa benci yang mendalam. Menerima kenyataan jika ayahnya tak menerima Fadil tinggal bersama. Bahkan bersikap acuh dan melepas tanggungjawabnya sebagai ayah. Sedangkan ibu Fadil harus merantau ke negara tetangga untuk mencari sesuap nasi. Dan ibu Fadil lah yang memaksa Fadil untuk tinggal di pesantren. Dengan penuh rasa kecewa Fadil mengikuti paksaan dari sang ibu.
Tahun demi tahun terlalui, Fadil tumbuh dewasa dengan luka yang dalam. Menjalani hari-hari yang tak mudah. Tidak mau diatur dan ingin hidup bebas, memilih sendiri dan menjadi tidak peduli dengan orang dan lingkungan sekitar. Yang dipikirkannya saat itu bagaimana dirinya bahagia. Rasa sakit yang dialami Fadil menjadi sakit yang berkepanjangan, tanpa sadar dibawa hingga Fadil beranjak dewasa. Namun rupanya Fadil bukan anak yang pragmatis, pelan-pelan Fadil bersusah payah membangun mimpi untuk masa depan yang lebih baik. Fadil pun mengobati rasa sakitnya sendiri. Karna Fadil sadar, dia tidak mau sejarah pahit dalam hidupnya akan terulang ke anak cucunya. Lalu apa yang dilakukan Fadil untuk sembuh dari rasa sakit hati yang menjadi trauma dalam hidupnya? Yuk, simak kiat-kiat Fadil menjadi optimis menghadapi masa depan. Hingga menjadi pribadi yang lebih baik dengan hidup bahagia.
1. Fokus melakukan aktivitas yang produktif
Memfokuskan diri pada aktivitas yang produktif dapat menumbuhkan dalam diri jika keberadaan kita sangat penting. Menjadi lebih semangat dalam menjalani hari-hari. Optimis masa depan pasti lebih baik. Dan pikiran akan selalu dipenuhi dengan ide-ide dan karya yang nyata. Sehingga menjadi pribadi yang bermanfaat.
2. Menyenangkan diri dengan hobi
Dengan melakukan hobi dapat membuat hati menjadi senang, pikiran menjadi tenang. Mampu mengalihkan pikiran-pikiran negatif. Seperti Fadil yang memilih hobi ber-traveling yang menyatu dengan alam, yaitu staycation di tempat yang banyak pemandangan alam. Sehingga pikiran menjadi fresh dan damai.
3. Membaca dan ikut workshop tentang motivasi
Fadil sadar jika dengan banyak belajar melalui membaca dan ikut workshop tetang hal positif menjadi bagian langkanya untuk menjadi sukses. Karena melalui kisah-kisah inspirasi dari banyak orang mampu me-recharge diri untuk bangkit. Semangat berbebah menjadi pribadi yang lebih baik dengan menambah banyak pengetahuan. Karena untuk mencapai sukses butuh ilmu dan strategi.
4. Berinteraksi dengan banyak orang
Berinteraksi dengan banyak orang akan memliki peluang untuk saling sharing tentang pengalaman hidup. Dengan banyak melihat dan mendengar kisah dari berbagai teman, membuat diri sadar jika kita tidak sendirian bahkan banyak bersyukur karena ada yang diuji lebih dari ujian yang kita hadapi. Mereka bisa melalui, maka kita juga bisa melaluinya.
5. Yakin dan bangga pada diri sendiri
Yakin dan bangga pada diri sendiri dapat mempermudah kita melalui proses untuk menjadi lebih baik. Dengan bangga, kita akan banyak bersyukur. Dan yakin hanya diri sendiri lah yang mampu merubah kondisi kita. Karena Allah tidak akan merubah nasib seseorang jika bukan dirinya sendiri yang merubahnya.
Itulah 5 cara Fadil berhasil keluar dari trauma psikologis di masa lalunya. Percaya akan proses dan terus yakin pada diri sendiri jika esok pasti lebih baik. Kini, Fadil telah menikah dengan perempuan pilihannya. Tak hanya itu, Fadil juga sukses dalam karir. Fadil pun hidup bahagia dan penuh syukur. Terimakasih Fadil, kamu sudah hebat!
#14daysblogspediachallenge
Posting Komentar
Posting Komentar