Disadari atau tidak, semakin bertambah usia rasanya circle pertemanan semakin kecil. Tidak banyak yang saling tegur hingga bercerita banyak hal seperti dulu lagi. Hal ini tentu tidak lepas dari aktivitas yang berbeda dan inner circle yang tak sama. Terlebih jika sudah berumah tangga, maa shaa Allah, rasanya waktu habis untuk keluarga. Belum lagi jika ada something happened di internal keluarga. Rasanya wow!
Sebenarnya tak apa, hanya saja yang menjadi sulit adalah ketika kita mulai merasa sendiri. Teman-teman sejawat mulai berkeluarga, tapi kita masih sendiri dengan rutinitas yang itu-itu saja. Berasa seperti sebutir ketumbar yang kehilangan kelompoknya. Sungguh sedih dan sepi. Karena di situlah momen teman-teman mulai kurang fleksibel diajak bertemu dan bersantai. People changed! Tiba-tiba menjadi tidak asik dan ada yang kurang.
Dan pernah berada di dua fase tersebut, yaitu menjadi sebutir ketumbar yang kehilangan kelompok dan ketumbar yang bersama kelompok. Untuk berada di fase kedua itu ternyata menyadarkanku bahwa bersikap itu ada tempatnya, sangat menentukan perasaan orang akibat apa yang kita lakukan. Menjadi ketumbar yang sendirian dan yang sudah berkeluarga tentu bukan sekedar mau kita semata tapi juga izin Allah. Takdir baik Allah yang membuat kita di fase tersebut. Dan tahu cara bersikap dewasa terhadap teman yang berbeda fase dengan kita adalah dengan merasakan di titik fase teman kita saat itu.
Dear cantik,
Melalui tulisan ini, ingin kusampaikan sesuatu hal yang barangkali bisa menjadi alarm untuk satu sama lain. Bahwa untuk kita yang lebih dulu diberi nikmat menemukan pasangan hidup dan mengarungi kehidupan rumah tangga. Yang walaupun melaluinya kita juga masih harus banyak adaptasi dan belajar di dalamnya. Bagaimana pun itu adalah nikmat. Banyak bersyukur dengan tidak lupa menjadi pribadi yang menyenangkan dalam bertutur dan bersikap. Salah satunya ketika kita berinteraksi dengan teman kita yang masih sendiri. Tetaplah menyenangkan ketika berinteraksi dengannya, namun dengan tidak lupa peran kita sebagai istri orang. Tetaplah asik ketika diajak ngobrol dengan menghargai apa yang dijadikan bahasan saat itu olehnya. Syukur-syukur tetap humble dengan teman-teman sejawat yang tidak sungkan-sungkan meminta dicarikan jodohnya. Bantu sebisanya dan selemah-lemahnya tetap sampaikan jika akan selalu didoakan. Tanpa disadari dengan sikap kita tersebut membuat teman kita tidak merasa sendiri dan kita menjadi tidak egois. Hatinya tenang, kita pun senang.
Kenapa perihal ini yang harus kutuliskan? Tidak kah ada hal penting dan seru lainnya diantara pertemanan kita. Sejujurnya bukan karena tidak ada yang lebih penting, tapi ini yang sering dilupakan. Sering tidak disadari dan cukup berpotensi membuat teman atau kita menghindar satu sama lain karena merasa sudah tidak satu frekuensi. Padahal dulunya sangatlah dekat. Sayang kan jika pertemanan yang lama dan deepest harus berakhir karena keadaan yang tak sama, lantaran sibuk dan asik sendiri. Boleh bahagia, boleh punya prioritas sendiri, boleh punya masalah. Tapi ingat, tetap perhatian dengan lingkungan sekitar itu juga penting. Membaca keadaan agar tetap bijak dalam bertutur dan bersikap.
Poin itu yang ingin kusampaikan, kawan. Semoga hal ini bisa menjadi renunganku, renunganmu dan renungan kita semua. Bahwa berskap dewasa dan tidak egois sejujurnya berlaku tidak untuk kasus di atas saja tapi juga beserta turunannya. Seperti halnya teman yang sudah punya anak dan teman yang belum dikaruniai anak, juga banyak contoh lainnya. Aku tak lebih baik dari kalian, tapi bukankah tugas kita saling mengingatkan? Semoga surat yang sengaja kutuliskan untuk kamu wahai sahabatku menjadi kebaikan untuk kita semua ya. Aamiin.
#14daysblogspediachallenge
Posting Komentar
Posting Komentar